Jakarta - Kematian Komisaris PT Kanahaya Mandiri Utama Sonhadji Ridwan menyisakan banyak teka-teki. Kemungkinan besar pengusaha suplier ini menjadi korban pembunuhan, sebab ditemukan sejumlah luka pada jasadnya saat jenazah ditemukan.
Jenazah Sonhadji ditemukan di lokasi di bendungan Cirata, Purwakarta, Jawa Barat. Menurut putra Sonhadji, Andi Rizal (31), saat jenazah ditemukan, dua jari ayahnya yakni jari kelingking dan jari manis di tangan kiri hilang. Tidak hanya itu bibir Sonhadji juga pecah dan lehernya juga patah. "Seperti ada bekas kekerasan di kepala bapak," kata Andi.
Sonhadji menghilang sejak Kamis (19/5/2011) lalu. Awalnya saat meninggalkan rumah, Sonhadji berpamitan kepada keluarga untuk mengurus bisnisnya di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Namun, belakangan diketahui, Sonhadji melakukan pertemuan dengan rekan bisnisnya, Dirut PT Kanahaya Mandiri Utama, Erwin di Dunkin Donut Tebet, Jakarta Selatan.
Selain itu, Sonhadji juga bertemu rekan bisnisnya yang lain yaitu Johan di tempat yang sama. Johan merupakan teman Sonhadji sejak pengusaha ini masih bekerja di PT Jaya Obayashi. Pertemanan mereka katanya sudah mencapai 10 tahun.
"Saya ketemu Pak Sonhadji setelah dia mau pulang. Saya tidak sempat ngobrol lama. Dia pulang sama Erwin dan temannya," jelas Johan.
Johan mengatakan, saat pertemuan itu, Sonhadji memberinya Rp 100 ribu. Uang itu diberikan untuk membeli minuman di Dunkin Donut. Setelah itu, Johan berpamitan pergi.
Menurut putri Sonhadji, Evi Krisna, ayahnya memberi tumpangan Erwin dan pengawalnya untuk menuju mobilnya yang ada di TIS Square. Namun sejak itulah Sonhadji menghilang.
Lalu pada Jumat (20/5/2011), jenazah Sonhadji ditemukan warga di bendungan Cirata, Purwakarta. Kemudian Selasa (24/5), mobil Honda CRV warna merah milik Sonhadji ditemukan ditemukan di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Menurut saksi, mobil tersebut ditinggalkan oleh dua pria berbadan tinggi besar. Siapa mereka hingga kini masih misteri.
Yang jelas ada kejanggalan dari beberapa kesaksian yang muncul. Kejanggalan antara lain muncul dalam perbedaan keterangan antara Johan dan Erwin. Bila Johan menyatakan Erwinlah dan pengawalnya yang terakhir bersama Sonhadji. Erwin justru memberi pengakuan ia pamitan karena Sonhadji sibuk mengobrol dengan orang lain.
Erwin kepada keluarga mengatakan, di tengah-tengah obrolannya dengan Sonhadji, ada dua pria yang menepuk bahu Sonhadji. Orang yang menepuk itu bilang, 'Pak apa kabar?'. Sonhadji langsung pindah meja meninggalkan Erwin. Erwin sempat melihat Sonhadji mengeluarkan uang dari saku celana.
Kepada siapa uang itu diberikan? Kemungkinan besar uang diberikan kepada Johan karena ia mengaku menerima uang Rp 100 ribu dari Sonhadji untuk membayar minuman. Sementara Erwin memberi kesaksian sebelum ia meninggalkan Sonhadji, sang pengusaha tampak linglung.
Tapi keterangan belakangan, kisah soal tepuk bahu itu menghilang. Erwin meralat pernyataan ada orang yang menepuk bahu Sonhadji. "Tapi keterangan kedua cuma bilang melambaikan tangan. Dan sekarang nomor HP Erwin juga tidak pernah aktif," ujar anak Sonhadji lainnya, Indri.
Johan mengatakan dirinya memang bertemu dengan Sonhadji. Tapi saat bertemu, ia tidak menepuk Sonhadji. Ia juga tidak melambaikan tangan seperti kesaksian Erwin. "Tapi berjabatan tangan, karena Pak Sonhadji yang pertama mengulurkan tangan, ya saya salaman akhirnya," ungkap Johan.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Irvan Olii berpendapat pembunuhan Sonhadji ini bukan bermotif perampokan karena barang-barang korban seperti antara lain mobil sang pengusaha tidak diambil pembunuhnya. Kemungkinan pembunuhan itu dilatarbelakangi persaingan bisnis atau masalah utang. "Ini mungkin utang bisnis," kata Irvan.
Namun keluarga menyatakan tidak tahu Sonhadji memiliki utang. Irvan mengingatkan utang bisnis tersebut ada banyak macamnya. Pengusaha yang sudah saling kenal biasanya memberikan utang kepada rekannya hanya berdasarkan kepercayaan saja . Tanpa catatan hitam di atas putih, utang bisa dengan gampang diberikan. Tidak adanya catatan itulah yang membuat keluarga tidak tahu soal utang-piutang tersebut.
"Kalau kenal pengusaha, sering hanya pakai mulut saja, tidak perlu ke notaris untuk utang uang. Kalau saling kenal kan main percaya saja. Tapi mungkin karena telah dilangkahi, yang memberi utang lalu melakukan kekerasan sampai menghilangkan nyawa," urai Irvan.
Jenazah Sonhadji ditemukan di lokasi di bendungan Cirata, Purwakarta, Jawa Barat. Menurut putra Sonhadji, Andi Rizal (31), saat jenazah ditemukan, dua jari ayahnya yakni jari kelingking dan jari manis di tangan kiri hilang. Tidak hanya itu bibir Sonhadji juga pecah dan lehernya juga patah. "Seperti ada bekas kekerasan di kepala bapak," kata Andi.
Sonhadji menghilang sejak Kamis (19/5/2011) lalu. Awalnya saat meninggalkan rumah, Sonhadji berpamitan kepada keluarga untuk mengurus bisnisnya di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Namun, belakangan diketahui, Sonhadji melakukan pertemuan dengan rekan bisnisnya, Dirut PT Kanahaya Mandiri Utama, Erwin di Dunkin Donut Tebet, Jakarta Selatan.
Selain itu, Sonhadji juga bertemu rekan bisnisnya yang lain yaitu Johan di tempat yang sama. Johan merupakan teman Sonhadji sejak pengusaha ini masih bekerja di PT Jaya Obayashi. Pertemanan mereka katanya sudah mencapai 10 tahun.
"Saya ketemu Pak Sonhadji setelah dia mau pulang. Saya tidak sempat ngobrol lama. Dia pulang sama Erwin dan temannya," jelas Johan.
Johan mengatakan, saat pertemuan itu, Sonhadji memberinya Rp 100 ribu. Uang itu diberikan untuk membeli minuman di Dunkin Donut. Setelah itu, Johan berpamitan pergi.
Menurut putri Sonhadji, Evi Krisna, ayahnya memberi tumpangan Erwin dan pengawalnya untuk menuju mobilnya yang ada di TIS Square. Namun sejak itulah Sonhadji menghilang.
Lalu pada Jumat (20/5/2011), jenazah Sonhadji ditemukan warga di bendungan Cirata, Purwakarta. Kemudian Selasa (24/5), mobil Honda CRV warna merah milik Sonhadji ditemukan ditemukan di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Menurut saksi, mobil tersebut ditinggalkan oleh dua pria berbadan tinggi besar. Siapa mereka hingga kini masih misteri.
Yang jelas ada kejanggalan dari beberapa kesaksian yang muncul. Kejanggalan antara lain muncul dalam perbedaan keterangan antara Johan dan Erwin. Bila Johan menyatakan Erwinlah dan pengawalnya yang terakhir bersama Sonhadji. Erwin justru memberi pengakuan ia pamitan karena Sonhadji sibuk mengobrol dengan orang lain.
Erwin kepada keluarga mengatakan, di tengah-tengah obrolannya dengan Sonhadji, ada dua pria yang menepuk bahu Sonhadji. Orang yang menepuk itu bilang, 'Pak apa kabar?'. Sonhadji langsung pindah meja meninggalkan Erwin. Erwin sempat melihat Sonhadji mengeluarkan uang dari saku celana.
Kepada siapa uang itu diberikan? Kemungkinan besar uang diberikan kepada Johan karena ia mengaku menerima uang Rp 100 ribu dari Sonhadji untuk membayar minuman. Sementara Erwin memberi kesaksian sebelum ia meninggalkan Sonhadji, sang pengusaha tampak linglung.
Tapi keterangan belakangan, kisah soal tepuk bahu itu menghilang. Erwin meralat pernyataan ada orang yang menepuk bahu Sonhadji. "Tapi keterangan kedua cuma bilang melambaikan tangan. Dan sekarang nomor HP Erwin juga tidak pernah aktif," ujar anak Sonhadji lainnya, Indri.
Johan mengatakan dirinya memang bertemu dengan Sonhadji. Tapi saat bertemu, ia tidak menepuk Sonhadji. Ia juga tidak melambaikan tangan seperti kesaksian Erwin. "Tapi berjabatan tangan, karena Pak Sonhadji yang pertama mengulurkan tangan, ya saya salaman akhirnya," ungkap Johan.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Irvan Olii berpendapat pembunuhan Sonhadji ini bukan bermotif perampokan karena barang-barang korban seperti antara lain mobil sang pengusaha tidak diambil pembunuhnya. Kemungkinan pembunuhan itu dilatarbelakangi persaingan bisnis atau masalah utang. "Ini mungkin utang bisnis," kata Irvan.
Namun keluarga menyatakan tidak tahu Sonhadji memiliki utang. Irvan mengingatkan utang bisnis tersebut ada banyak macamnya. Pengusaha yang sudah saling kenal biasanya memberikan utang kepada rekannya hanya berdasarkan kepercayaan saja . Tanpa catatan hitam di atas putih, utang bisa dengan gampang diberikan. Tidak adanya catatan itulah yang membuat keluarga tidak tahu soal utang-piutang tersebut.
"Kalau kenal pengusaha, sering hanya pakai mulut saja, tidak perlu ke notaris untuk utang uang. Kalau saling kenal kan main percaya saja. Tapi mungkin karena telah dilangkahi, yang memberi utang lalu melakukan kekerasan sampai menghilangkan nyawa," urai Irvan.
Komentar
Posting Komentar
Just post what's on your mind