akarta - Aneka pekerjaan pernah dijalani Herman Pratiko, seperti berladang dan karyawan di pengusaha mobil. Seiring usia yang kian renta, Pratiko pun mencari pekerjaan yang tidak terlalu banyak menguras tenaga. Dia pun mencari eksistensi melalui seni membatik tubuh.
Dengan berbekal pacar arab, pena khusus dan hair dryer, Pratiko membuka usaha seni membatik tubuh di kawasan Kota Tua, Jakarta. Untuk menarik pengunjung, dia juga memasang foto-foto hasil batikannya. Foto-foto itu memperlihatkan tangan, kaki, lengan dan leher pelanggan yang telah selesai dibatik.
Motif batiknya pun bervariasi, ada yang rumit dan ada yang sangat simpel. Pratiko pun melayani melukis tubuh dengan gambar yang bukan motif batik, seperti naga, tengkorak, kupu-kupu, peri dan tulisan nama. Batikan Pratiko di tubuh bisa bertahan hingga 3 pekan. Untuk mendapat jasa Pratiko, pelanggan harus mengeluarkan Rp 15 ribu. Pria gondrong ini membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk menggores gambar sederhana dan mengeringkan tintanya.
"Ada yang minta dibikinkan tulisan namanya dan pacarnya. Kalau ada foto pacarnya, boleh juga saya lukiskan ha ha," kata Pratiko sambil tertawa.
Pria 58 tahun itu mengaku suka menggambar. Dulu dia pernah menjajal pekerjaan sebagai pelukis foto. Namun karena secara finansial tidak terlalu menguntungkan, dia pun banting setir ke ladang untuk bercocok tanam.
"Saya pernah lama di Riau, berladang, kerja di pengusaha mobil, juga pernah jadi wartawan koran karena kenal dengan banyak orang padahal saya lulusan STM. Baru 2007 saya bekerja begini," imbuh pria Medan-Jawa ini.
Keterampilan membatik dengan pacar arab dipelajari Pratiko secara otodidak. Dia tidak kesulitan karena telah memiliki kemampuan menggambar. Dengan menjual jasa membatik tubuh, kakek satu cucu ini bisa bertemu banyak orang. Inilah sisi lain pekerjaannya yang dia sukai.
Pratiko biasa menunggu pelanggan di kawasan Kota Tua Jakarta, di dekat Museum Fatahillah. Dia duduk di atas tikar plastik ditemani aneka gambar hasil batikan dan meja kecil sejak pukul 10.00 WIB. Dari Senin hingga Jumat, dia biasa pulang ke rumah sekitar pukul 18.00 WIB. Tapi jika akhir pekan, dia duduk lebih lama di tempat praktiknya, yakni hingga pukul 22.00 WIB.
Menurutnya, penghasilannya dari membatik tubuh cukup lumayan. Sehari-hari dia bisa mengantongi uang Rp 100.000. Bahkan di akhir pekan, dia bisa mendapat Rp 300-500 ribu.
"Lumayan, nanti bisa buat sekolah anak dan tabungan. Tapi kalau hujan sepi," ucapnya.
Untuk mendapatkan pacar arab sebagai bahan membatik, Pratiko biasanya menitip pada orang yang akan pergi haji. 1 Kg pacar arab yang harganya sekitar Rp 150 ribu, bisa dipakainya hingga setahun lebih. Jika tidak ada yang bisa dititipi pacar arab, Pratiko membelinya di sebuah toko di Bogor.
"Biarpun begini saja, saya senang. Di sini saya nggak hanya membatik, tetapi juga bisa bertemu banyak orang. Lucu kalau melihat orang-orang pacaran yang lewat sini atau minta tangannya ditulisi nama pacarnya," kata dia sambil tersenyum.
Kota Tua Jakarta menawarkan banyak hal, tidak hanya sejarah dan romantisme tapi juga orang-orang yang mencari eksistensi seperti Pratiko. Hidup bukan hanya sekadar memilih pilihan-pilihan, tetapi juga menikmatinya. Dan Pratiko menikmati benar perannya sebagai pembatik tubuh dengan pacar arabnya.
Dengan berbekal pacar arab, pena khusus dan hair dryer, Pratiko membuka usaha seni membatik tubuh di kawasan Kota Tua, Jakarta. Untuk menarik pengunjung, dia juga memasang foto-foto hasil batikannya. Foto-foto itu memperlihatkan tangan, kaki, lengan dan leher pelanggan yang telah selesai dibatik.
Motif batiknya pun bervariasi, ada yang rumit dan ada yang sangat simpel. Pratiko pun melayani melukis tubuh dengan gambar yang bukan motif batik, seperti naga, tengkorak, kupu-kupu, peri dan tulisan nama. Batikan Pratiko di tubuh bisa bertahan hingga 3 pekan. Untuk mendapat jasa Pratiko, pelanggan harus mengeluarkan Rp 15 ribu. Pria gondrong ini membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk menggores gambar sederhana dan mengeringkan tintanya.
"Ada yang minta dibikinkan tulisan namanya dan pacarnya. Kalau ada foto pacarnya, boleh juga saya lukiskan ha ha," kata Pratiko sambil tertawa.
Pria 58 tahun itu mengaku suka menggambar. Dulu dia pernah menjajal pekerjaan sebagai pelukis foto. Namun karena secara finansial tidak terlalu menguntungkan, dia pun banting setir ke ladang untuk bercocok tanam.
"Saya pernah lama di Riau, berladang, kerja di pengusaha mobil, juga pernah jadi wartawan koran karena kenal dengan banyak orang padahal saya lulusan STM. Baru 2007 saya bekerja begini," imbuh pria Medan-Jawa ini.
Keterampilan membatik dengan pacar arab dipelajari Pratiko secara otodidak. Dia tidak kesulitan karena telah memiliki kemampuan menggambar. Dengan menjual jasa membatik tubuh, kakek satu cucu ini bisa bertemu banyak orang. Inilah sisi lain pekerjaannya yang dia sukai.
Pratiko biasa menunggu pelanggan di kawasan Kota Tua Jakarta, di dekat Museum Fatahillah. Dia duduk di atas tikar plastik ditemani aneka gambar hasil batikan dan meja kecil sejak pukul 10.00 WIB. Dari Senin hingga Jumat, dia biasa pulang ke rumah sekitar pukul 18.00 WIB. Tapi jika akhir pekan, dia duduk lebih lama di tempat praktiknya, yakni hingga pukul 22.00 WIB.
Menurutnya, penghasilannya dari membatik tubuh cukup lumayan. Sehari-hari dia bisa mengantongi uang Rp 100.000. Bahkan di akhir pekan, dia bisa mendapat Rp 300-500 ribu.
"Lumayan, nanti bisa buat sekolah anak dan tabungan. Tapi kalau hujan sepi," ucapnya.
Untuk mendapatkan pacar arab sebagai bahan membatik, Pratiko biasanya menitip pada orang yang akan pergi haji. 1 Kg pacar arab yang harganya sekitar Rp 150 ribu, bisa dipakainya hingga setahun lebih. Jika tidak ada yang bisa dititipi pacar arab, Pratiko membelinya di sebuah toko di Bogor.
"Biarpun begini saja, saya senang. Di sini saya nggak hanya membatik, tetapi juga bisa bertemu banyak orang. Lucu kalau melihat orang-orang pacaran yang lewat sini atau minta tangannya ditulisi nama pacarnya," kata dia sambil tersenyum.
Kota Tua Jakarta menawarkan banyak hal, tidak hanya sejarah dan romantisme tapi juga orang-orang yang mencari eksistensi seperti Pratiko. Hidup bukan hanya sekadar memilih pilihan-pilihan, tetapi juga menikmatinya. Dan Pratiko menikmati benar perannya sebagai pembatik tubuh dengan pacar arabnya.
Komentar
Posting Komentar
Just post what's on your mind