source: https://www.cia.gov/library/publicat...k/geos/id.html
Peneliti: elite partai masih pertimbangkan kombinasi etnis
Rabu, 31 Oktober 2012 20:38 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby menilai mayoritas elit partai politik masih memiliki pertimbangan faktor etnis dalam mengusung kombinasi capres-cawapres di Pemilihan Presiden 2014. "Partai bilang tidak mengkotak-kotakkan capres-cawapres itu hanya bahasa politik, untuk terlihat mengakomodasi seluruh pihak. Namun secara realita elit partai masih mempertimbangkan kombinasi faktor etnis atau kesukuan," kata Adjie dihubungi ANTARA, di Jakarta, Rabu.
Adjie menilai, komposisi etnis Jawa dan non-Jawa masih berlaku pada Pilpres 2014 sebagai salah satu kunci meraih kemenangan. Capres yang berasal dari etnis Jawa membutuhkan figur penyeimbang dari etnis non-Jawa, dan begitu pula sebaliknya. "Kombinasi itu akan menjadi representasi dari para kandidat. Dari sisi komposisi pemilih etnis Jawa masih besar, yakni 40 persen," kata dia. Di sisi lain, dia mengatakan, keterpilihan dari sisi militer-sipil akan mulai ditinggalkan masyarakat. Meskipun sempat ada anggapan bahwa kombinasi capres-cawapres dari militer-sipil harus terjadi agar seimbang. "Saat era kepemimpinan SBY-JK, figur JK dinilai lebih mampu bertindak cepat dibandingkan sosok SBY yang berlatar belakang militer yang dalam hal ini dikenal berlatar belakang tegas. Sehingga saya kira faktor militer-sipil akan mulai ditinggalkan," ujar dia.
http://www.antaranews.com/berita/341...ombinasi-etnis
Kasus Kemenangan Jokowi di Pilkada DKI, Miniatur Pilpres 2014?
Demokrat: Jokowi Menang karena Jakarta Banyak Orang Jawa
Jakarta | Kamis, 12 Juli 2012 14:56 WIB
Jurnas.com | ANGGOTA Dewan Pembina Partai Demokrat Melani Leimena mengatakan, hasil perhitungan cepat (quick count) pemilukada DKI Jakarta 2012 cukup mengejutkan partainya. Ia juga mengatakan bahwa kemenangan sementara pasangan cagub dan wagub dari PDI-P dan Gerindra, Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama karena faktor suku Jawa yang mendominasi di wilayah Jakarta. "Kami melihat di DKI banyak orang Jawa daripada orang Betawi," ujarnya sembari tertawa.
http://www.jurnas.com/news/66131/Dem...ota/Balai_Kota
2014, presiden suku Jawa masih dominan
MONDAY, 19 NOVEMBER 2012 16:13
JAKARTA - Berdasarkan hasil survei yang dirilis Indonesia Network Election Survey (INES), isu primordialisme masih relevan dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014. Direktur Data INES, Sudrajat Sacaawitra mengatakan, isu primordialisme dalam keterpilihan seorang calon presiden (capres) masih kuat. Capres dari etnis Jawa masih menjadi tren di masyarakat. "Keinginan pemilih untuk memilih presiden harus dari etnis Jawa masih jadi pilihan utama yaitu 59,3%," kata Sudrajat di Cikini, Jakarta Pusat,hari ini.
Begitu juga pasangan capres dan cawapres, menurut hasil survei INES, bahwa pasangan Jawa dan non-Jawa masih berada diposisi teratas. "Pemilih lebih banyak menginginkan pasangan Jawa non-Jawa yaitu 56,2%," kata Sudrajat. Sementara itu, capres dari etnik non-Jawa dikenal luas oleh rakyat. Adalah empat nama capres etnik non-Jawa yang tidak pernah bersaing dalam pilpres dan sudah dikenal rakyat (di atas 90%), yakni Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan Akbar Tanjung. "Satu tokoh wanita muda etnik non-Jawa yang cukup dikenal adalah Puan Maharani Kiemas," ujarnya.
http://www.waspada.co.id/index.php?o...itik&Itemid=30
10 Capres Potensial 2014 dari Jawa: Prabowo No 1, Jokowi No 8
Senin, 19/11/2012 16:19 WIB
Jakarta - Indonesia Network Election Survei (INES) melakukan survei terkait tokoh Jawa dan non Jawa yang dipandang layak maju Pilpres 2014. Sejumlah nama baru muncul di bursa bakal capres, termasuk gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Siapa-siapa saja nama-nama lain yang naik daun? INES secara khusus melakukan survei terkait ketertarikan publik terhadap capres dari kalangan Jawa maupun luar Jawa. Hasilnya, masyarakat lebih memilih capres dari kalangan Jawa di Pilpres 2014 nanti. "Survei ini juga mengungkap bahwa capres dari etnis Jawa lebih diminati dengan 59,3 persen pilihan responden, sementara dari non Jawa dipilih 39,6 persen responden," kata Direktur Data INES, Sudrajat Sacawitra, membacakan poin kesimpulan dalam paparan surveinya di Galery Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2012).
Survei ini dilakukan untuk membaca pilihan rakyat terhadap tokoh nasional yang dipandang layak menjadi capres, baik dari kalangan Jawa maupun non Jawa. Survei dilakukan dari tanggal 5 Oktober-21 Oktober 2012. Survei ini menggunakan 6.000 orang responden yang sudah punya hak pilih pada Pemilu 2014 dengan metode tatap muka. Dengan margin error sekitar 2,5 persen, jumlah sampel yang dapat dianalisa dalam survei ini adalah 5.993 sampel. "Survei dengan pertanyaan kombinasi capres-cawapres yang dianggap ideal menghasilkan kombinasi Jawa-Jawa dipilih 29,4 persen responden, Jawa-Non Jawa dipilih 56,2 persen responden, non Jawa-Jawa dipilih 8,2 persen responden, non Jawa-non Jawa dipilih 6,2 persen responden," katanya.
Berikut 10 besar pilihan responden saat ditanya siapa tokoh Jawa yang dipilih jika pilpres diadakan saat ini:
1. Prabowo Subianto: 33,4 persen
2. Megawati Soekarnoputri: 22,2 persen
3. Djoko Suyanto: 9,3 persen
4. Pramono Edhie Wibowo: 8,8 persen
5. Ani Yudhoyono: 7,1 persen
6. Sri Sultan HB X: 2,3 persen
7. Dahlan Iskan: 1,8 persen
8. Joko Widodo: 1,3 persen
9. Mahfud MD: 1,1 persen
10. Sri Mulyani: 1 persen
Berikut 10 besar pilihan responden saat ditanya siapa tokoh non Jawa yang dipilih jika pilpres diadakan saat ini:
1. Hatta Rajasa: 28,6 persen
2. Jusuf Kalla: 20,2 persen
3. Aburizal Bakrie: 18,6 persen
4. Surya Paloh: 10,9 persen
6. Yusril Ihza Mahendra: 3,4 persen
7. Puan Maharani Kiemas: 3,3 persen
8. Marzuki Alie: 2,8 persen
9. Gamawan Fauzi: 2,7 persen
10. Irman Gusman 2,6 persen
"Survei ini juga mengungkap bahwa yang paling disukai masyarakat dari parpol adalah uangnya (50,3 persen responden), iklan di televisi (22,4 persen), program parpol (17,2 persen), dan visi misi parpol (10,1 persen)," tandasnya.
http://news.detik..com/read/2012/11/...991101mainnews
----------------------------------
Menurut catatan CIA dalam CIA Factbooks 2013 seperti tertera digambar atas itu, jumlah penduduk INDONESIA berdasarkan etnisnya adalah sbb: Javanese 40.6%, Sundanese 15%, Madurese 3.3%, Minangkabau 2.7%, Betawi 2.4%, Bugis 2.4%, Banten 2%, Banjar 1.7%, other or unspecified 29.9% (2000 census). Dalam prinsip pemilihan langsung ala Demokrasi kita saat ini, dimana diberlakukan sistem ‘one man, one vote‘, secara teori atau hitungan diatas kertas, hanya calon pemimpin yang berasal dari etnis yang dominan saja yang akan selalu keluar sebagai pemenang dalam setiap pemilu atau pilpres. Hal itu disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan suatu suku di manapun di dunia ini, yaitu mereka memiliki kecendrungan secara psikologis untuk memilih pemimpin dari kalangan sukunya sendiri (kalau takpercaya, silahkan dibaca saja referensi ini). Sebenarnya untuk Indonesia, urut-urutan skala pilihan pemilih itu berturut-turut adalah: agama, gender, suku, kharismatik, asal-usul dinasti keturunan, baru kekayaan dan lain-lainnya. Juga sangat ditentukan oleh struktur usia pemilih yang umumnya di dominasi oleh pemilih baru dan pemilih muda.
Akan halnya capres-capres non-jawa untuk maju menjadi Capres 2014, dengan analisa sederhana saja, sangat kecil kemungkinannya akan dipilih oleh rakyat pemilih. Alasannya sederhana saja, orang jawa itu, kalau memilih elit yang akan memimpin mereka, pastilah mereka cenderung untuk memilih orang jawa juga pada akhirnya, yang mereka kenali dari namanya khasnya itu, yang umumnya berakhiran “O” (Megawati Sukarno Putri, Suharto, Susilo, Yudhoyono, Sukarwo, Prabowo, Wiranto, Jokowi). Dan itu bukan exclusive orang jawa saja, tetapi orang Sumatera pun lebih suka memilih bang Ical, Hatta Rajasa atau Surya Paloh yang asal pulau itu. Orang Bugis pastilah cenderung memilih nama seperti JK dulu lagi (dalam Pilpres 2009 lalu, JK hampir menang mutlak di Sulsel).
Dan yang penting pula, usia pemilih pada pemilu dan Pilpres 2014 kelak, yang di dominasi oleh pemilih pemula (kelahiran pasca krismon 1997 atau generasi Reformasi), anak-anak remaja dan pasangan muda (kelahiran 1970-an sampai 1990-an), serta generasi tua yang lahir tahun 1960-an. Kalau melihat dari median usia penduduk yang rata-rata 28 tahun (lihat data CIA diatas itu), berarti pemilih pada 2014 itu di dominasi oleh penduduk kelahiran tahun 1990-an. Sementara penduduk generasi tahun 1960-an itu, yang kini banyak menduduki posisi strategis, tahu persis sejarah ORBA dan GOLKAR di masa lalu. Mereka juga merasakan pahitnya Krismon 1997 dulu sebagai akibat perbuatan ORBA yang salah satu pendukung utamanya adalah Golkar. Komposisi secara nasional untuk generasi 1960-an sampai 1997-an itu, di prediksi hampir 90% pemilih aktif pada tahun 2014.
Komentar
Posting Komentar
Just post what's on your mind