Salah satu buku yang secara detil menceritakan biografi politik Napoleon adalah yang di tulis oleh Felix Markham, yang ditulis pada tahun 1960-an berjudul "Napoleon", yang di Indonesia baru beredar pada tahun 2009 dengan judul "Napoleon: Sang Manusia Hebat Pencipta Sejarah."
Buku, yang dalam versi Indonesia setebal 455 halaman ini, menceritakan secara detil kehidupan dan perkembangan karir militer dan politik seorang kopral kecil atau "Le petit caporal", hingga menjadi satu-satunya kaisar Prancis, yang wilayah kekuasaannya pernah hampir menguasai seluruh Eropa bahkan mencakup Asia Barat, termasuk Mesir dan Palestina.
Sebagai seorang yang berasal dari keluarga dan daerah yang miskin, Napoleon tak pernah malu mengakuinya. Hal ini tercermin ketika menjabat sebagai kaisar, salah satu perwiranya mempersoalkan keputusannya mengangkat para anggota the ancienne noblesse, ia berkata, "Apakah saya seorang keturunan bangsawan? Saya adalah seorang keturunan Corsica yang miskin." Hingga akhir hayatnya ia tetap menjaga kesetiaan dan kode etik keluarga yang menjad ciri khas karakter orang Corsica.
Napoleon tak pernah menafikan peran ibunya dalam ikut membesarkan dan menggemblng karakternya. Dalam salah satu acara di ST Helena menceritakan, "Ibu mengasuhku dengan baik. Aku sangat berhutang budi kepada beliau yang telah menanamkan kebanggaan dan mengajariku kebaikan." Ia dengan kagum dan dongkol juga menceritaka bagaimana ibunya memukulinya jika ia mengejek neneknya.
Sebagai seorang pemikir yang brilian, Napoleon mengaku memiliki teori-teori yang amat penting mengenai seni memerintah, yang cukup sering ia tularkan ke saudara-saudaranya penguasaan mutlak, pengawasan terus-menerus, dan menebarkan ketakutan, "Baik di luar maupun di dalam istana, satu-satunya cara memerintah ialah dengan menebarkan rasa takut," katanya. Kepada sekretarisnya, Fain, Napoleon menjelaskan bahwa kemarahannya sering kali adalah sesuatu yang sudah dperhitungkan untuk menebarkan rasa takut, "Jika tidak mereka akan menemuiku untuk menggigitku," ungkapnya.
Kekuatan karakter dengan menebarkan rasa takut untuk ketaatan memang menjadi karakter politik Napoleon, yang membuatnya mampu membangun kesetiaan dari para pendukungnya dan sebaliknya membuat 'keder' musuh-musuhnya. Tak henti-hentinya ia mengingatkan orang-orang terdekatnya untuk menggunakan metode ini dalam mencapai suatu kekuasaan mutlak. Kepada adiknya Louis, yang menjadi Raja Holland, ia menjelaskan, "Seorang penguasa yang dianggap baik di tahun pertama kekuasaannya adalah seorang pangeran yang dicaci maki di tahun kedua kekuasaannya. Dalam hal ini, mungkin ia sepakat dengan Thomas Hobbes, penulis buku Leviathan, bahwa "Kedermawanan sanga jarang ditemukan beriringan, terutama bagi para pemburu kekayaan, kekuasaan, dan seks yang merupakan porsi terbesar hasrat manusia. Hasratnya digantungkan pada ketakutan."
Napoleon, sebagaimana dijelaskan buku ini, dikenal memiliki disiplin yang tinggi, di samping keberanian dan kedekatannya dengan seluruh pasukannya. Inspeksi yang dlakukan secara rutin dan kehadirannya di medan pertempuran membuat Napoleon mampu mencapai kontak personal yang luar biasa dengan seluruh pasukannya, khususnya dengan pasukan gardanya. Duke of Wellington, bangsawan Inggris musuh bebuyutan Napoleon, menghitung efek moral kehadiran Naopelon bersama pasukan gardanya setara dengan 40 ribu pasukan. Dalam pertempuran Essling pafa 1809, pasukan garda menolak bertempur, kecuali sang Kaisar memiliki posisi yang aman. Ini menunjukkan kecintaan besar para pasukannya pada sosok kontraversial ini. Contoh paling gamblang pengaruh Napoleon di kalangan para serdadunya adalah ketika ia hengkang dari Elba pada 1815. Sewaktu berjalan endiri menuju batalion yang dikirim untuk menangkap atau malah membunuhnya. Napoleon berteriak, "Bunuh saja kaisarmu, jika itu yang memang kalian inginkan." Dan tak satu pun yang berani menyentuhnya, apalagi menembaknya, bahkan mereka berpencar mengelilingi dan menyanjungnya.
Membaca buku yang bercerita dengan gaya novel secara menarik ini memberi sebuah pencerahan baru, dan bisa menjadi rujukan yang berarti dalam dunia politik, bagaimana kemunculan seorang elit dan bahkan menjadi tokoh besar sepanjang masa, yang ditakuti sekaligus dihormati oleh kawan dan lawan-lawannya bukan semata merupakan produk dari kebangsawanan, keturunan, kekayaan dan kekuatan secara fisik belaka.
Napoleon juga memiliki postur tubuh yang kecil, sehingga dijuluki Kopral Kecil dan di masa kecilnya sering sakit-sakitan karena harus hidup di pengungsian. Masa kecilnya lebih banyak dihabiskan dengan membaca, yang terus berlanjut hingga menjadi kaisar, sehingga kemana pun ia berada setumpuk buku akan selalu menyertainya. Secara tipikal ia tidak termasuk dalam sosok yang patut menjadi seorang pemimpin.
Kesederhanaan Napoleon
Kelebihan utama yang kemudian menjadi modal bagi kesuksesan kariernya adalah kecerdasan, kecerdikan, keberanian, kenekatan, integritas dan kemampuannya untuk memahami karakter orang lain. Dengan pemahaman inilah ia kemudian menyadari bahwa salah satu cara dalam menguasai orang lain, khususnya musuh-musuhnya, adalah dengan menebarkan rasa takut. Dengan rasa takut inilah ia mampu mengatur ritme kekuasaannya dan menebarkan ideologi-ideologi dan pemikiran-pemikirannya ke seantero Eropa. Gaya hidup yang sederhana juga bisa menjadi model kepemimpinan yang patut diteladani dari diri seorang Napoleon. Ia dikenal sangat sederhana dalam hal penampilan dan gaya hidup, sangat kontras dengan kehidupan bangsawan pada zamannya.
Buku, yang dalam versi Indonesia setebal 455 halaman ini, menceritakan secara detil kehidupan dan perkembangan karir militer dan politik seorang kopral kecil atau "Le petit caporal", hingga menjadi satu-satunya kaisar Prancis, yang wilayah kekuasaannya pernah hampir menguasai seluruh Eropa bahkan mencakup Asia Barat, termasuk Mesir dan Palestina.
Sebagai seorang yang berasal dari keluarga dan daerah yang miskin, Napoleon tak pernah malu mengakuinya. Hal ini tercermin ketika menjabat sebagai kaisar, salah satu perwiranya mempersoalkan keputusannya mengangkat para anggota the ancienne noblesse, ia berkata, "Apakah saya seorang keturunan bangsawan? Saya adalah seorang keturunan Corsica yang miskin." Hingga akhir hayatnya ia tetap menjaga kesetiaan dan kode etik keluarga yang menjad ciri khas karakter orang Corsica.
Napoleon tak pernah menafikan peran ibunya dalam ikut membesarkan dan menggemblng karakternya. Dalam salah satu acara di ST Helena menceritakan, "Ibu mengasuhku dengan baik. Aku sangat berhutang budi kepada beliau yang telah menanamkan kebanggaan dan mengajariku kebaikan." Ia dengan kagum dan dongkol juga menceritaka bagaimana ibunya memukulinya jika ia mengejek neneknya.
Sebagai seorang pemikir yang brilian, Napoleon mengaku memiliki teori-teori yang amat penting mengenai seni memerintah, yang cukup sering ia tularkan ke saudara-saudaranya penguasaan mutlak, pengawasan terus-menerus, dan menebarkan ketakutan, "Baik di luar maupun di dalam istana, satu-satunya cara memerintah ialah dengan menebarkan rasa takut," katanya. Kepada sekretarisnya, Fain, Napoleon menjelaskan bahwa kemarahannya sering kali adalah sesuatu yang sudah dperhitungkan untuk menebarkan rasa takut, "Jika tidak mereka akan menemuiku untuk menggigitku," ungkapnya.
Kekuatan karakter dengan menebarkan rasa takut untuk ketaatan memang menjadi karakter politik Napoleon, yang membuatnya mampu membangun kesetiaan dari para pendukungnya dan sebaliknya membuat 'keder' musuh-musuhnya. Tak henti-hentinya ia mengingatkan orang-orang terdekatnya untuk menggunakan metode ini dalam mencapai suatu kekuasaan mutlak. Kepada adiknya Louis, yang menjadi Raja Holland, ia menjelaskan, "Seorang penguasa yang dianggap baik di tahun pertama kekuasaannya adalah seorang pangeran yang dicaci maki di tahun kedua kekuasaannya. Dalam hal ini, mungkin ia sepakat dengan Thomas Hobbes, penulis buku Leviathan, bahwa "Kedermawanan sanga jarang ditemukan beriringan, terutama bagi para pemburu kekayaan, kekuasaan, dan seks yang merupakan porsi terbesar hasrat manusia. Hasratnya digantungkan pada ketakutan."
Napoleon, sebagaimana dijelaskan buku ini, dikenal memiliki disiplin yang tinggi, di samping keberanian dan kedekatannya dengan seluruh pasukannya. Inspeksi yang dlakukan secara rutin dan kehadirannya di medan pertempuran membuat Napoleon mampu mencapai kontak personal yang luar biasa dengan seluruh pasukannya, khususnya dengan pasukan gardanya. Duke of Wellington, bangsawan Inggris musuh bebuyutan Napoleon, menghitung efek moral kehadiran Naopelon bersama pasukan gardanya setara dengan 40 ribu pasukan. Dalam pertempuran Essling pafa 1809, pasukan garda menolak bertempur, kecuali sang Kaisar memiliki posisi yang aman. Ini menunjukkan kecintaan besar para pasukannya pada sosok kontraversial ini. Contoh paling gamblang pengaruh Napoleon di kalangan para serdadunya adalah ketika ia hengkang dari Elba pada 1815. Sewaktu berjalan endiri menuju batalion yang dikirim untuk menangkap atau malah membunuhnya. Napoleon berteriak, "Bunuh saja kaisarmu, jika itu yang memang kalian inginkan." Dan tak satu pun yang berani menyentuhnya, apalagi menembaknya, bahkan mereka berpencar mengelilingi dan menyanjungnya.
Membaca buku yang bercerita dengan gaya novel secara menarik ini memberi sebuah pencerahan baru, dan bisa menjadi rujukan yang berarti dalam dunia politik, bagaimana kemunculan seorang elit dan bahkan menjadi tokoh besar sepanjang masa, yang ditakuti sekaligus dihormati oleh kawan dan lawan-lawannya bukan semata merupakan produk dari kebangsawanan, keturunan, kekayaan dan kekuatan secara fisik belaka.
Napoleon juga memiliki postur tubuh yang kecil, sehingga dijuluki Kopral Kecil dan di masa kecilnya sering sakit-sakitan karena harus hidup di pengungsian. Masa kecilnya lebih banyak dihabiskan dengan membaca, yang terus berlanjut hingga menjadi kaisar, sehingga kemana pun ia berada setumpuk buku akan selalu menyertainya. Secara tipikal ia tidak termasuk dalam sosok yang patut menjadi seorang pemimpin.
Kesederhanaan Napoleon
Kelebihan utama yang kemudian menjadi modal bagi kesuksesan kariernya adalah kecerdasan, kecerdikan, keberanian, kenekatan, integritas dan kemampuannya untuk memahami karakter orang lain. Dengan pemahaman inilah ia kemudian menyadari bahwa salah satu cara dalam menguasai orang lain, khususnya musuh-musuhnya, adalah dengan menebarkan rasa takut. Dengan rasa takut inilah ia mampu mengatur ritme kekuasaannya dan menebarkan ideologi-ideologi dan pemikiran-pemikirannya ke seantero Eropa. Gaya hidup yang sederhana juga bisa menjadi model kepemimpinan yang patut diteladani dari diri seorang Napoleon. Ia dikenal sangat sederhana dalam hal penampilan dan gaya hidup, sangat kontras dengan kehidupan bangsawan pada zamannya.
Komentar
Posting Komentar
Just post what's on your mind