Di penghujung 2012, gaung isu redenominasi rupiah agaknya kian menggelayut pikiran hampir semua orang di Indonesia.
Hal itu terlihat dari keseriusan Pemerintah untuk bisa segera mewujudkan redenominasi rupiah dengan masuknya draf rancangan undang-undang tentang penyederhanaan nilai mata uang itu dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2013.
Sejak dua tahun lalu, Pemerintah memang telah menggulirkan ide untuk melakukan redenominasi rupiah. Redenominasi adalah penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang tanpa memotong nilai mata uang tersebut.
Pengertian redenominasi kerap dikaitkan dengan sanering. Padahal, definisi keduanya jauh berbeda. Jika redenominasi berarti penyederhanaan pecahan mata uang, maka sanering adalah pemotongan nilai mata uang.
Keterkaitan keduanya berdasarkan apa yang terjadi pada 1950 dan 1959. Kala itu, Pemerintah memutuskan untuk melakukan pemotongan nilai mata uang dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun. Sayangnya, upaya tersebut tidak berjalan dengan lancar.
"Pada tahun 1965 kita pernah melakukan redenominasi mata uang, tapi bisa dikatakan tidak sukses. Kalau 2013 yang mau kita lakukan itu betul-betul sudah benar, sudah tepat waktunya dan rancangan undang-undangnya tepat," ujar Menteri Keuangan Agus Matrowardojo.
Karena itu, kali ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan thdak ingin mengulang kegagalan di masa lalu dan akan berhati-hati dalam proses perencanaan dan pelaksanaan redenominasi.
Meski masih dalam proses harmonisasi dan perumusan peraturan perundang-undangan, adanya persepsi bahwa redenominasi sama dengan sanering menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Pemerintah.
Menkeu berharap, RUU yang diajukan tidak menimbulkan kesalahpahaman yang melahirkan resistensi dari masyarakat.
“Redenominasi mata uang itu betul-betul hanya sesuatu penyederhanaan dan tidak ada tujuan untuk memotong mata uang, Hal ini yang mesti kita sosialisasikan,” kata Menkeu.
Penyederhanaan pecahan mata uang yang rencananya akan membuang tiga angka nol dalam satuan rupiah itu menurut Pemerintah akan dilaksanakan dalam beberapa tahap. Proses pelaksanaan redenominasi akan berlangsung sekitar delapan tahun.
Dengan demikian, di masa depan, nilai mata uang Rp1.000 berubah menjadi Rp1 setelah proses redenominasi. Meski terlihat lebih kecil, nominal Rp1 memiliki nilai yang setara dengan Rp1.000 tanpa mengurangi atau memotong harganya.
Meski ramai dibicarakan, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengungkapkan, hingga saat ini belum ada pembahasan antara Pemerintah dan legislator terkait rencana redenominasi.
Selain itu, dia menilai Pemerintah belum menjelaskan dengan rinci mengenai rencana penyederhanaan pecahan mata uang itu.
Harry juga mengganggap rencana redenominasi mata uang belum menjadi prioritas utama saat ini jika dibandingkan dengan inflasi dan nilai tukar.
"Redenominasi itu penting atau tidak? Karena UU yang harus ada itu adalah UU tentang inflasi dan nilai tukar, bukan redenominasi," ujarnya.
Meski ditentang oleh legislator, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyangkal anggapan tersebut. Darmin menuturkan bahwa Komisi Keuangan itu keliru menanggapi rencana yang digulirkan Pemerintah.
"Mereka yang bilang begitu menganggap negara yang lagi bikin aturan itu adalah negara yang dilanda inflasi. Keliru itu, malah negara stabil yang bisa melakukannya," katanya.
Faktanya, aturan redenominasi memang hanya bisa diterapkan di Negara dengan perekonomian yang stabil. Indonesia, dinilai memenuhi criteria tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di atas angka enam persen, cukup jauh dari pertumbuhan ekonomi global xang berada di kisaran dua hingga tiga persen.
Indonesia bisa saja mencontoh Turki yang sukses menerapkan redenominasi pada 2005. Setelah persiapan tujuh tahun, mulai awal 2005, Turki melakukan redenominasi terhadap lira. Setelah redenominasi, semua mata uang lira Turki lama (simbol TL) dikonversikan ke mata uang baru. Turki menghilangkan enam angka nol sehingga angka nominal tertinggi, yaitu 20.000.000 TL, berubah menjadi 20 YTL (YTL adalah simbol lira Turki yang baru).
Serupa dengan perencanaan redenominasi rupiah, Turki melakukan redenominasi lewat beberapa tahap. Tahap pertama, mata uang lama dan baru tetap beredar secara simultan selama setahun. Setelah setahun, mata uang lama akan ditarik agar warga memiliki waktu leluasa menggantikan mata uang lama ke mata uang baru.
Pada tahap kedua, setelah beberapa tahun, mata uang baru dikembalikan menjadi mata uang baru. Artinya lira Turki kembali dengan angka nominal baru yang telah disederhanakan.
Quote:
Spoilerfor Gambar ilustrasi uang yang akan diedarkan:
sumber
Hal itu terlihat dari keseriusan Pemerintah untuk bisa segera mewujudkan redenominasi rupiah dengan masuknya draf rancangan undang-undang tentang penyederhanaan nilai mata uang itu dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2013.
Sejak dua tahun lalu, Pemerintah memang telah menggulirkan ide untuk melakukan redenominasi rupiah. Redenominasi adalah penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang tanpa memotong nilai mata uang tersebut.
Pengertian redenominasi kerap dikaitkan dengan sanering. Padahal, definisi keduanya jauh berbeda. Jika redenominasi berarti penyederhanaan pecahan mata uang, maka sanering adalah pemotongan nilai mata uang.
Keterkaitan keduanya berdasarkan apa yang terjadi pada 1950 dan 1959. Kala itu, Pemerintah memutuskan untuk melakukan pemotongan nilai mata uang dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun. Sayangnya, upaya tersebut tidak berjalan dengan lancar.
"Pada tahun 1965 kita pernah melakukan redenominasi mata uang, tapi bisa dikatakan tidak sukses. Kalau 2013 yang mau kita lakukan itu betul-betul sudah benar, sudah tepat waktunya dan rancangan undang-undangnya tepat," ujar Menteri Keuangan Agus Matrowardojo.
Karena itu, kali ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan thdak ingin mengulang kegagalan di masa lalu dan akan berhati-hati dalam proses perencanaan dan pelaksanaan redenominasi.
Meski masih dalam proses harmonisasi dan perumusan peraturan perundang-undangan, adanya persepsi bahwa redenominasi sama dengan sanering menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Pemerintah.
Menkeu berharap, RUU yang diajukan tidak menimbulkan kesalahpahaman yang melahirkan resistensi dari masyarakat.
“Redenominasi mata uang itu betul-betul hanya sesuatu penyederhanaan dan tidak ada tujuan untuk memotong mata uang, Hal ini yang mesti kita sosialisasikan,” kata Menkeu.
Penyederhanaan pecahan mata uang yang rencananya akan membuang tiga angka nol dalam satuan rupiah itu menurut Pemerintah akan dilaksanakan dalam beberapa tahap. Proses pelaksanaan redenominasi akan berlangsung sekitar delapan tahun.
Dengan demikian, di masa depan, nilai mata uang Rp1.000 berubah menjadi Rp1 setelah proses redenominasi. Meski terlihat lebih kecil, nominal Rp1 memiliki nilai yang setara dengan Rp1.000 tanpa mengurangi atau memotong harganya.
Meski ramai dibicarakan, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengungkapkan, hingga saat ini belum ada pembahasan antara Pemerintah dan legislator terkait rencana redenominasi.
Selain itu, dia menilai Pemerintah belum menjelaskan dengan rinci mengenai rencana penyederhanaan pecahan mata uang itu.
Harry juga mengganggap rencana redenominasi mata uang belum menjadi prioritas utama saat ini jika dibandingkan dengan inflasi dan nilai tukar.
"Redenominasi itu penting atau tidak? Karena UU yang harus ada itu adalah UU tentang inflasi dan nilai tukar, bukan redenominasi," ujarnya.
Meski ditentang oleh legislator, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyangkal anggapan tersebut. Darmin menuturkan bahwa Komisi Keuangan itu keliru menanggapi rencana yang digulirkan Pemerintah.
"Mereka yang bilang begitu menganggap negara yang lagi bikin aturan itu adalah negara yang dilanda inflasi. Keliru itu, malah negara stabil yang bisa melakukannya," katanya.
Faktanya, aturan redenominasi memang hanya bisa diterapkan di Negara dengan perekonomian yang stabil. Indonesia, dinilai memenuhi criteria tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di atas angka enam persen, cukup jauh dari pertumbuhan ekonomi global xang berada di kisaran dua hingga tiga persen.
Indonesia bisa saja mencontoh Turki yang sukses menerapkan redenominasi pada 2005. Setelah persiapan tujuh tahun, mulai awal 2005, Turki melakukan redenominasi terhadap lira. Setelah redenominasi, semua mata uang lira Turki lama (simbol TL) dikonversikan ke mata uang baru. Turki menghilangkan enam angka nol sehingga angka nominal tertinggi, yaitu 20.000.000 TL, berubah menjadi 20 YTL (YTL adalah simbol lira Turki yang baru).
Serupa dengan perencanaan redenominasi rupiah, Turki melakukan redenominasi lewat beberapa tahap. Tahap pertama, mata uang lama dan baru tetap beredar secara simultan selama setahun. Setelah setahun, mata uang lama akan ditarik agar warga memiliki waktu leluasa menggantikan mata uang lama ke mata uang baru.
Pada tahap kedua, setelah beberapa tahun, mata uang baru dikembalikan menjadi mata uang baru. Artinya lira Turki kembali dengan angka nominal baru yang telah disederhanakan.
Quote:
Spoilerfor Gambar ilustrasi uang yang akan diedarkan:
sumber
Komentar
Posting Komentar
Just post what's on your mind